Selasa, 16 Juni 2009

PKS MENCARI KEKUASAAN


Ditulis Oleh Sab'an Yousuf
20-05-2009,
Tiga pasangan Capres-Cawapres telah dideklarasikan; JK-Wiranto, SBY-Boediono, Megawati-Prabowo. Juli mendatang, rakyat Indonesia akan diberi kesempatan memilih pemimpinnya secara langsung.

Terpilihnya Boediono sebagai Cawapres dari partai Demokrat sempat membuat galau partai sekutunya yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai yang berhaluan Islam ini sempat mengancam akan membangun poros alternatif serta akan mengalihkan dukungan jika partai Demokrat tidak memenuhi aspirasi.

Menlejitnya perolehan suara PKS pada pemilu 2004 membuat partai ini merasa layak diperhitungkan dalam kancah pemilihan Presiden kali ini. Paling tidak ada dua kandidat Cawapres unggulan dari partai PKS nama Hidayat Nur Wahid dan Presiden PKS Tiffatul Sembiring sempat muncul ke permukaan. Partai ini pula lah yang nampak ambisius mengincar kursi wakil Presiden.

Ada suatu perubahan yang mengundang harapan besar, inilah partai yang berkarakter, inilah partai yang memiliki "Value" memiliki kedaulatan dan kehormatan. Kurang lebih begitulah gaung para elit PKS dalam kampanyenya.

Namun apa yang terjadi beberapa hari yang lalu, sungguh sangat disayangkan oleh banyak pihak, tak terkecuali partisipan dan para kader partai ini. PKS menyampaikan pesan yang tak ada bedanya dengan partai-partai lain: Kekuasaan, Kekuasaan dan Kekuasaan. Ekses dari ambisinya terhadap kekuasaan yang begitu besar nyaris membuat perahu politik yang dinakhodai para Alumnus Timur Tengah ini oleng dan kandas di semak-semak demokrasi.

Dalam pandangan pengamat politik Yudi Latief, kembalinya PKS kepangkuan SBY sungguh merupakan antiklimaks yang sangat memalukan. PKS yang selama ini menggembor-gemborkan simbol, nilai, moral dan subtansinya ternyata hanya gertak sambal. Semula PKS menggertak Golkar agar tak bergabung lalu mengutuk Boediono. Ternyata gertak dan kutukan itu hanya sekadar cara untuk mencari kekuasaan.

Sebagai partai Islam (posisi ediologis kanan berdasarkan kategori yang dibuat Arend Lijphart), gerakan partai politik ini selalu mengundang kekhawatiran. Sebagian kalangan bahkan menuding PKS menyimpan "Hidden Agenda".

Dalam konteks perpolitikan Tanah Air paling tidak kita bisa mencermati Empat Point Negatif dalam gerakan berselubung partai PKS sejak partai ini didirikan 20 juli 1998 (saat itu masih bernama Partai Keadilan) hingga pada pemilu kali ini, yaitu:

1. Pengelabuan terhadap publik.
Pada pemilu 1999 (masih bernama Partai Keadilan) PKS adalah partai yang berhaluan Islam "Kanan" yang kurang mendapat respons dari publik. Perolehan suara yang hanya sebesar 1.5 persen dalam pemilu 1999, dan tak lolos dalam Electoral threshold, menuntut para elit partai untuk mengubah haluan politiknya dan menuntut untuk terus melakukan upaya pencitraan secara intensif bahwa PKS adalah partai yang kian lama kian moderat dan nasionalis. Dalam konteks ini sesungguhnya PKS bukanlah partai yang berhaluan moderat tapi partai yang di moderat-moderatkan.

2. Partai yang paling aktif mencitra-negatifkan partai lain dengan mengatasnamakan moral. Yang menjadi sasaran tembak partai ini adalah partai yang berhaluan Nasionalis. Padahal dalam realitas politiknya PKS memiliki muara yang sama dengan partai-partai lain yaitu: Kekuasaan, Kekuasaan dan Kekuasaan.

3. Ambisi terhadap kekuasaan yang cukup tinggi.
PKS adalah partai yang paling ngebet untuk dipinang oleh partai Demokrat sebagai Cawapres, namun bagai katak merindukan bulan ternyata SBY justru memilih Boediono dari golongan putih (non partai). Haluan politik yang ditempuh partai Demokrat semakin membuat geram PKS. Gertak PKS untuk membangun poros alternatif justru hanya akan menghancurkan citra PKS di mata publik. Apalagi partai yang kental dengan nuansa eksklusif religius ini harus mengalihkan dukunganya pada partai lain. Upaya mengalihkan dukungan pada partai lain justru membuat PKS kehilangan arah moral dalam berpolitik ibarat partai Malaikat mendukung partai Iblis.

4. Cenderung emosional dalam membuat statement politik.
Sikap PKS yang tegas mengancam partai Democrat jika SBY tetap duet dengan Golkar alasannya adalah JK menciderai koalisi dan kali ini mengancam lagi terhadap penolakan dipilihnya Boediono sebagai Cawapres. Sikap plin-plan PKS justru menyeret partai ini pada titik kritis. Ada integritas moral yang terus dipertanyakan. Ada kekecewaan yang begitu dalam di tingkat akar rumput yang selama ini begitu bangga dengan citra PKS. Kedepan PR partai ini semakin berat dan berdampak cukup negatif pada pemilu yang akan datang.

0 komentar:

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com