Kamis, 04 Juni 2009

Pembakangkangan?

Dalam beberapa hari belakangan suhu tubuh Partai Amanat Nasional menghangat. Sejak keputusan Rakernas Jogja diketuk, dan kemudian hasil dari Rakernas itu yang kemudian sedikit mengecewakan sebagain kader PAN seperti dalam kebingungan. Hasil Rakernas Yogyakarta yang hendak mengusung SBY sebagai presiden dalam Pilpres 2009 pada awalnya disambut hangat oleh seluruh kader partai karena adanya harapan untuk menempatkan salah satu tokoh PAN (Hatta Rajasa) sebagai cawapres. Hampir tidak ada media massa yang tidak mengunggulkan jago PAN ini karena memenuhi semua kriteria yang diharapkan oleh banyak pihak termasuk dari masyarakat umum seperti :
1. Profesional
2. Berasal dari luar jawa
3. Tokoh dari partai koalisi
4. Sudah terbiasa bekerjasama dengan SBY
Namun ternyata harapan tinggal harapan. SBY ternyata lebih memilih Boediono sebagai cawapresnya. Dan itupun tanpa melalui proses dialog dengan PAN sebagai partai mitra. Lantas koalisi macam apa ini? Ketika PAN menyampaikan kemarahannya (protes) atas keputusan tersebut, yang terjadi justru pencitraan negatif oleh media yang seolah-olah PAN gila kuasa.
Dipicu oleh hal tersebut, ternyata banyak kader PAN yang melampiaskan kemarahannya dengan memilih untuk mencabut dukungannya terhadap SBY. Sikap yang nampaknya menunjukkan ketidak kompakan sebuah instistusi dikarenakan DPP PAN belum (dan nampaknya tidak akan) mencabut dukungannya terhadap SBY.

Dalam Rakornas PAN di Jakarta, Ketua MPP PAN Bapak Amien Rais menegaskan kembali dukungan PAN terhadap SBY. Namun dalam kesempatan yang sama Pak Amien juga berkata bahwa tidak akan ada sanksi pemecatan bagi kader yang bergerak (mendukung) Capres/Cawapres lain. Sikap itu menunjukkan kedewasaan seorang Amien Rais setelah melihat perkembangan yang terjadi.
1. Pasangan SBY-Boediono adalah representasi ideologi yang selama ini dilawan oleh PAN (militerisme dan neoliberalisme)
2. Pencabutan dukungan dalam waktu semepet ini terhadap SBY jelas merupakan hal yang tidak mungkin karena diputuskan dalam Rakernas yang merupakan keputusan tertinggi partai setelah konggres.
Lantas apakah Pak Amien salah dalam mengambil sikap ketika meminta PAN mendukung SBY sejak awal. Sebagai seorang manusi a tentu saja beliau bisa salah. Tapi penjelasan logisnya adalah beliau tertipu oleh janji SBY untuk menempatkan Hatta Rajasa sebagai cawapresnya.
Karena sebab-sebab diataslah beberapa kader PAN Surakarta pada tanggal 29 Mei 2009 memutuskan bergabung dengan Mega – Pro (Pasangan Megawati – Prabowo). Kader yang nampak hadir adalah : Musich ST, Eriadi Dodi Prasetyo, Syaiful Syahri dan beberapa fungsionaris DPC dan DPRt termasuk ketua DPRt Kadipiro. Sikap ini diambil sebagai bentuk perlawan terhadap faham yang dianut oleh Capres incumbent dan juga sikap “merasa menang sebelum bertanding” pasangan SBY – Boediono (semua hasil survey menempatkan pasangan ini unggul jauh diatas pesaingnya)
Lantas kenapa Mega – Pro? Banyak pertanyaan itu ditujukan ke saya selaku yang hadir turut serta dalam acara tersebut. Banyak alasan yang melandasinya :
1. Pasangan ini sesuai dengan konsep ideologi PAN
2. Kesungguhan terutama dari PDIP Solo untuk bekerjasama dengan PAN membentuk koalisi di DPRD II Surakarta
Sikap ini dianggap sebagai bentuk perpecahan dari DPD PAN Surakarta. Tapi bagi mereka menanyakan ada tidaknya perpecahan di DPD PAN Surakarta, maka jawaban kami adalah: TIDAK!
Ini adalah bentuk pendewasaan politik bagi kader PAN ketika harus berbeda pendapat. Garansi 100% bahwa PAN tetap utuh sebagai sebuah institusi yang akan tumbuh lebih dewasa. Wallahu alam bishowab.

0 komentar:

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com