Sabtu, 02 Agustus 2008

Terus berjuang atau berhenti?


Pemilu 2004 sungguh merupakan cobaan yang berat bagi kita. Setelah tampil apik sebagai debutan di 1999 kita mengalami degrasi di 2004. dari 7 % kemudian turun 6.5%. Disusul kemudian dengan layunya tokoh reformasi kita M. Amien Rais dalam pilpres 2004.
Disaat yang sama, di Solo terjadi dinamika politik ditubuh internal partai. Bermula dari konflik terpendam saat konvensi pemilihan cawali dan cawawali, disusul dengan musda II dan terakhir proses PAW yang tarik ulur berkepanjangan yang menyebabkan terpentalnya sejumlah kader partai. (apakan ini proses pembersihan dari anasir-anasir yang tidak sepaham atau malah penggembosan? Wallahu alam).
Ditingkat nasional muncul PMB (Partai Matahari Bangsa) yang saya yakin seyakin-yakinnya bahwa kelahiran PMB tidak lebih dari ambisi sekelompok orang dengan mengatasnamankan Muhammadiyah untuk kepentingan sesaat. Lihatlah bentuk lambang partai, nama partai bahkan jenis huruf pada lambang PMB dimiripkan-miripkan dengan PAN. Kue PAN yang 6.5% itu ternyata cukup menggiurkan sehingga orang rela untuk mempertaruhkan sekian milliar rupiah untuk membuat partai baru. Yang membuat lebih miris lagi, nyaris secara terbuka Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, menyatakan dukungan kepada partai ini. (seorang teman pernah berprasangka bahwa PMB lahir dari rekayasa Din Syamsudin untuk melaju dalam pilpres 2009). Padahal banyak dari kita yang berharap bahwa Din Syamsudin akan menjadi patron baru bagi PAN sepeninggal Amien Rais.
Tantangan terberat kita tentu saja dari seluruh partai-partai kompentitor. Lihatlah PKS! Partai yang harus secara jujur bergerak lebih maju daripada kita. Peningkatan suara terus didapat dari pemilu ke pemilu.
Untuk itu satu pertanyaan kita dengan segala cobaan dan kondisi ini : Terus berjuang atau berhenti?

Rabu, 30 Juli 2008

Titik Balik sebuah Perubahan


Sejarah

Kelahiran Partai Amanat Nasional (PAN) dibidani oleh Majelis Amanat Rakyat (MARA), salah satu organ gerakan reformasi pada era pemerintahan Soeharto, PPSK Muhamadiyah, dan Kelompok Tebet.

PAN dideklarasasikan di Jakarta pada 23 Agustus, 1988 oleh 50 tokoh nasional, di antaranya Prof. Dr. H. Amien Rais, mantan Ketua umum Muhammadiyah, Goenawan Mohammad, Abdillah Toha, Dr. Rizal Ramli, Dr. Albert Hasibuan, Toety Heraty, Prof. Dr. Emil Salim, Drs. Faisal Basri MA, A.M. Fatwa, Zoemrotin, Alvin Lie Ling Piao dan lainnya.

Sebelumnya pada pertemuan tanggal 5-6 Agustus 1998 di Bogor, mereka sepakat membentuk Partai Amanat Bangsa (PAB) yang kemudian berubah nama menjadi Partai Amanat Nasional (PAN) ( Selengkapnya di Sejarah Partai Amanat Nasional )

PAN bertujuan menjunjung tinggi dan menegakkan kedaulatan rakyat, keadilan, kemajuan material dan spiritual. Cita-cita partai berakar pada moral agama, kemanusiaan, dan kemajemukan. Selebihnya PAN menganut prinsip nonsektarian dan nondiskriminatif. Untuk terwujudnya Indonesia baru, PAN pernah melontarkan gagasan wacana dialog bentuk negara federasi sebagai jawaban atas ancaman disintegrasi. Titik sentral dialog adalah keadilan dalam mengelola sumber daya sehingga rakyat seluruh Indonesia dapat benar-benar merasakan sebagai warga bangsa ( Selengkapnya di Platform Partai Amanat Nasional)

Pada Pemilu 2004, PAN mencalonkan pasangan Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo sebagai calon presiden untuk dipilih secara langsung. Pasangan ini meraih hampir 15% suara nasional.

Kegiatan

Tanggal 5-7 Juli 1998, dilaksanakan Tanwir Muhammadiyah di Semarang yang dihadiri oleh seluruh jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah serta utusan dari tingkat Wilayah(provinsi). Dalam sidang komisi, mayoritas peserta menginginkan agar warga Muhammadiyah membangun partai yang baru. Namun dalam keputusan resmi dinyatakan, bahwa Muhammadiyah tidak akan pernah berubah menjadi parpol, juga tidak akan membidani lahirnya sebuah parpol. Tetapi warga Muhammadiyah diberi keleluasaan untuk terlibat dalam parpol sesuai dengan minat dan potensinya.

Tanggal 22 Juli, Amien Rais menghadiri pertemuan MARA di hotel Borobudur. Hadir dalam acara membahas situasi politik terahir ini, antara lain: Goenawan Mohammad, Fikri Jufri, Dawan Raharjo, Ratna Sarumpet, Zumrotin dan Ismet Hadad. Dari hasil diskusi dan evaluasi kinerja MARA, Goenawan kemudian menyimpulkan bahwa disepakati perlunya MARA memersiapkan pembentukan partai, disamping fungsinya semula sebagai gerakan moral. Tim kecil yang diharapkan akan membidani lahirnya sebuah parpol kemudian dibentuk.

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com